<br /><br /><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgbrlL6yh_h78_JE8upOE8ogHg5F21gyF_gsBsiHUsD8i1ILowQqFD5MQnxffiyOq5p1lSvGQpjBhBVyIsnoaW_8yOnaMnrLL-Q5jQYkMvHwQ48zkJG7SOdkENnvYY9w4_zN4ZonaSI-XNu/s1600/10689736_742742859096901_685231759146350258_n.jpg"><img src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgbrlL6yh_h78_JE8upOE8ogHg5F21gyF_gsBsiHUsD8i1ILowQqFD5MQnxffiyOq5p1lSvGQpjBhBVyIsnoaW_8yOnaMnrLL-Q5jQYkMvHwQ48zkJG7SOdkENnvYY9w4_zN4ZonaSI-XNu/s1600/10689736_742742859096901_685231759146350258_n.jpg" width="300" height="200" alt="arak arakan saji acara jangkrik genggong pacitan" /></a><br /><br /> <p style="text-align:justify;"><i>Seperti halnya kecamatan-kecamatan lainya di Pacitan, di kecamatan Ngadirojo juga terdapat sebuah <a href="http://alipz33.xtgem.com/index?__xtblog_search=adat">upacara adat. </a>Ritual tersebut di kenal dengan istilah Jangkrik Genggong. Upacara adat yang diselenggarakan di lokasi <a href="http://alipz33.xtgem.com/index?__xtblog_search=tawang">TPI Pantai Tawang </a>Desa Sidomulyo Kecamatan Ngadirojo Pacitan ini diadakan setiap hari Anggara Kasih (Selasa Kliwon) di Bulan Longkang (Dulkangidah).<br /><br />Upacara adat diawali dengan penampilan tari kontemporer yang menggambarkan sejarah upacara adat itu sendiri. Kemudian acara dilanjutkan dengan arakan sesaji. Arakan dimulai dari pendapa tempat dilangsungkannya acara initi, menuju tempat ritual di bawah pohon beringin yang tumbuh ditengah <a href="http://alipz33.xtgem.com/index?__xtblog_search=tawang">TPI Pantai Tawang</a>. Paraga yang melaksanakan ritual mengusung sesaji dengan dipikul, kemudian ada seorang tetua yang melaksanakan doa-doa ritual.<br /><br /><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhoE6nyW3u53EKcP4cOWfjwSXc327LgDUMuzwUxkIOqZEkGu49nQn1VrcCafPy8eetNXHbQMT1DAU_rQWwu-35607d1XLa10QeZ3Vd5swBJRkxr6ftYdXhgsTTEGHjmFXXoJVYtzfo3nfq6/s1600/10703752_742743535763500_732629833510342157_n.jpg"><img src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhoE6nyW3u53EKcP4cOWfjwSXc327LgDUMuzwUxkIOqZEkGu49nQn1VrcCafPy8eetNXHbQMT1DAU_rQWwu-35607d1XLa10QeZ3Vd5swBJRkxr6ftYdXhgsTTEGHjmFXXoJVYtzfo3nfq6/s1600/10703752_742743535763500_732629833510342157_n.jpg" width="300" height="200" alt="tayub sebagai acara inti jangkrik genggong pacitan" /></a><br /><br /> Setelah doa-doa ritual selesai, warga dan pengunjung pun berebut mengambil sesaji ritual seperti ingkung ayam dan berbagai sesaji lainnya. Acara dilanjutkan dengan tari gambyong sebagai tari pembuka. Setelahnya baru acara inti yaitu semacam tari tayub dengan lima penari pria yang menari bergantian. Kelima penari pria tersebut merupakan pengejawantahan dari pepunden mereka yaitu Rogo Bahu, Gadhung Melati, Gambir Anom, Sumur Wungu dan Wono Caki.<br /><br /> Untuk yang terakhir yaitu yang untuk pengejawantahan dari Wono Caki, diiringi gendhing (lagu) Jangkrik Genggong yang merupakan roh dari acara adat ini. Upacara adat Jangkrik Genggong biasanya berlangsung mulai siang sampai malam harinya.<br /><br /><a href="https://pacitankabmuseumjatim.files.wordpress.com/2014/08/dscn78891.jpg"><img src="https://pacitankabmuseumjatim.files.wordpress.com/2014/08/dscn78891.jpg" width="300" height="200" alt="jangkrik genggong pacitan" /></a><br /><br />Jangkrik Genggong berasal dari Desa Sidomulyo yang terletak di pesisir pantai yang mayoritas penduduknya adalah nelayan. Desa Sidomulyo sendiri sekarang mulai terkenal sejak di bukanya Jalur Lintas Selatan atau JLS, karna desa ini merupakan Lokasi<a href="http://alipz33.xtgem.com/index?__xtblog_search=soge"> Pantai Soge</a> yang kini sedang naik daun.<br /><br /> Upacara Adat Jangkrik Genggong merupakan upacara perayaan untuk anak laki-laki sebagai tanda bahwa anak tersebut telah beranjak dewasa. Usai dilaksanakan upacara adat ini, anak tersebut boleh turun ke laut untuk berlayar.<br /><br /> Yang unik dari salah satu kekayaan <a href="http://alipz33.xtgem.com/index?__xtblog_search=budaya">wisata budaya</a> Kabupaten Pacitan Jawa Timur ini selalu ada ikan kakap merah sebagai hidangan wajib yang harus disajikan. Pada malam puncaknya, selalu dilaksanakan pagelaran seni Tayub. dan menurut mitosnya, Sang Ratu Penguasa Pantai Selatan selalu meminta Gendhing Jangkrik Genggong kepada sesepuh desa (dukun). Itulah sebabnya, upacara adat ini disebut Jangkrik Genggong.<br /><br /><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiGxJrkuLth5KQulSs30SD7tmMKYmb_ZGiEX9n_TKFQmNoDGpQ8_gIjVcLei2FKmQfxwxBncKVLNUtzDFbC1HjLhpKRLEkEisbh5tkj5SFto31JUkTjh-0zC7pYFaLg6UeTXdsch1bQXSah/s1600/10712710_742742222430298_2908556268565697044_n.jpg"><img src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiGxJrkuLth5KQulSs30SD7tmMKYmb_ZGiEX9n_TKFQmNoDGpQ8_gIjVcLei2FKmQfxwxBncKVLNUtzDFbC1HjLhpKRLEkEisbh5tkj5SFto31JUkTjh-0zC7pYFaLg6UeTXdsch1bQXSah/s1600/10712710_742742222430298_2908556268565697044_n.jpg" width="300" height="200" alt="tarian pada upacara jangkrik genggong pacitan" /></a><br /><br />Sumber :<br />http://infonyapacitan.blogspot.in<br /> http://wemanimasi.blogspot.in<br /><br /> </i></p>
Info Pacitan | Wisata | Seni & Budaya | Sejarah | Lokasi menarik | Traveling | Download | Dan lain-lain
Minggu, 28 Juni 2015
Rabu, 03 Juni 2015
"UPACARA ADAT TETAKEN GUNUNG LIMO PACITAN" Sebuah agenda rutin ritual bresih desa atau sedekah bumi yang kental akan makna sepiritual dan sejarah. [Desa Mantren - Kecamatan Kebonagung]
Sejarah Tradisi Upacara Tetaken Gunung Limo
Seperti yang kita tau bahwa di Pacitan juga kaya akan wisata budayanya salah satunya adalah "Tetaken". Upacara adat Tetaken merupakan sebuah wujud kebudayaan hasil karya manusia yang berlatar belakang sastra lisan mengenai cerita rakyat, Ki Tunggul Wulung, Ki Brayut, dan Ki Tiyoso. Dan dalam unsur pertunjukan upacara adat Tetaken terdapat unsur-unsur yang memenuhi kriteria folklore.
Gunung Limo merupakan salah satu objek unggulan di Kabupaten Pacitan Jawa Timur, Gunung Limo terletak kurang-lebih 15 km dari Alun-alun kota Pacitan ke arah timur tepatnya di Desa Mantren Kecamatan Kebonagung. Gunung Limo selain menyimpan panorama yang indah juga menawarkan potensi budaya lewat upacara adat Tetaken.
Upacara adat Tetaken merupakan cerminan budaya masyarakat di sekitar Gunung Limo yang sekaligus menjadi setting upacara adat Tetaken. Karena memang upacara adat Tetaken memiliki kaitan historis dengan Gunung Limo.
Cerita dimulai dimana saat kerajaan Majapahit mengalami kemunduran dan yang menjadi Raja Majapahit adalah Brawijaya V, dimana Putra Brawijaya V menikah dengan seorang putri Cina dan menurut kepercayaan masyarakat Jawa, bila orang Jawa menikah dengan orang Cina maka orang Jawa tersebut akan kalah dalam segala hal. Brawijaya V menyadari hal tersebut, beliau kemudian menyiapkan seseorang untuk berjaga-jaga bila hal tersebut atau huru-hara tersebut benar-benar terjadi. Seseorang yang dipersiapkan tersebut ialah Ki Tunggul Wulung. Brawijaya V menyuruh Ki Tunggul Wulung untuk bersemedi di Gunung Lawu.
Ki Tunggul Wulung berangkat ke Gunung Lawu setelah menerima arahan Brawijaya V, sesampainya di Gunung Lawu, Ki Tunggul Wulung bertemu dengan Pandito atau seseorang yang sakti.
Di saat itulah Agama Islam masuk ke tanah Jawa lewat daerah pesisir utara Pulau Jawa, karena tidak ingin masuk Islam ketiga saudara Ki Tunggul Wulung yaitu Ki Brayut, Ki Buwono Keling, dan Ki Tiyoso. Namun, mereka berempat bukan Saudara Kandung melainkan Saudara satu perguruan. Ki Brayut, Ki Buwono Keling dan Ki Tiyoso melarikan diri ke daerah selatan sesuai dengan petunjuk gurunya, “Berjalanlah selama 40 hari dan setelah mencapai tempat yang tinggi lihatlah kearah bawah bila kalian melihat tempat yang datar, tempat itulah yang dinamakan “Alas Wengker Kidul”. Seampainya di Wengker Kidul perjalanan mereka dibagi menjadi tiga yaitu, Ki Buwono Keling lewat sebelah utara, Ki Tiyoso lewat pesisir selatan dan Ki Brayut lewat tengah hutan.
Singkat cerita Majapahit mengalami huru-hara besar dan Ki Tunggul Wulung turun gunung, namun beliau tidak bisa memadamkan huru-hara tersebut kemudian Ki tunggul Wulung memutuskan untuk mencari ketiga Saudaranya dengan meminta petunjuk dari Sang Guru namun Sang Guru dalam keadaan kritis dan dalam hembusan nafas terakhirnya ia berpesan untuk menggali makam dengan tongkatnya.
Setelah peristiwa tersebut Ki Tunggul Wulung mencari ketiga saudaranya dan sampailah di tempat yang dinamakan Astono Genthong, dari situ ia melihat gunung yang berjajar empat ( tidak lima bila dilihat dari Astono Genthong ). Kemudian ia mempunyai firasat bila saudaranya berada di gugusan gunung tersebut, namun sesampainya di gunung tersebut ia tidak bertemu saudaranya.
Dari gugusan gunung yang berjumlah lima salah satunya adalah tempat untuk bertapa atau bersemedi atau juga teteki.
Dikisahkan pula Kyai Tunggul Wulung adalah orang pertama yang membuka lahan atau babad alas disekitar lereng gunung Limo untuk mencapai lokasi pertapaan harus melewati banyak rintangan seperti tangga (ondo rante) selain itu kita harus menembus hutan lebat, tebing yang terjal serta Selo Matangkep.
Selo Matangkep adalah sebuah celah sempit diantara batu besar yang hanya cukup dilewati sebadan orang saja, dipintu masuk Selo Matangkep tersebut dipercaya apabila ada pengunjung yang berniat jahat maka ia tidak akan bisa melewatinya, sementara itu bagi yang berniat baik untuk berkunjung ke pertapaan kendati mustahil ia berbadan besar maupun kecil bisa melewatinya.
Kabupaten Pacitan memiliki kekayaan budaya bangsa luhur yang tersebar diseluruh Kecamatan se Kabupaten Pacitan. Selain upacara adat yang sudah menjadi agenda rutin tingkat Kabupaten maupun tingkat Provinsi Jawa Timur, salah satunya adalah upacara adat “Tetaken Gunung Limo” yang merupakan upacara ritual nenek moyang yang mempunyai ciri tersendiri. Kekayaan budaya Pacitan perlu dikembangkan dan dilestarikan agar dapat menunjang kegiatan kepariwisataan daerah, regional, dan nasional.
Upacara adat Tetaken diadakan di Gunung Limo desa Mantren. Desa Mantren berada di wilayah Kecamatan Kebonagung, Kabupaten Pacitan termasuk Desa yang berada di puncak gunung dan bebukitan yang kondisi alamnya terjal namun tidak kering. Dengan jalan yang berbelok–belok dan naik turun membuat semangat penduduk Desa Mantren dan sekitarnya hidup secara dinamis.
Penduduk Desa Mantren sebagian besar bermatapencaharian sebagai petani, penderes legen (sajeng) bahan gula merah (gula jawa) dan sebagian kecil sebagian pegawai (PNS).
Kronologi Tradisi Tetaken Gunung Limo
Upacara adat Tetaken dilaksanakan pada tanggal 15 Suro/Muharram yang dimulai dari jam 13.00 sehabis Dzhur sampai selesai. Kronologi atau urutan upacara adat Tetaken dimulai dari peserta yang berjalan dari kaki Gunung menuju pelataran Gunung Limo. Pada barisan pertama yaitu Kepala Desa kemudian pembawa pusaka dan umbul–umbul, selanjutnya rombongan pembawa sesaji, kemudian rombongan pembawa tumpeng dan hasil bumi, setelah itu rombongan perangkat desa. Dibelakangnya rombongan pembawa legen (nira) sebagai hasil khas rakyat desa Mantren.
Kemudian rombongan pertapa yang dipimpin juru kunci menuruni gunung menuju pelataran/tempat upacara dengan berpakaian serba putih. Setelah semua peserta terkumpul upacarapun dimulai yang disaksikan oleh para penonton dan tamu undangan. Acara pertama yaitu para gadis maju kedepan untuk meletakkan sesaji dihadapan pemimpin upacara/pemuka adat.
Kemudian pemuka adat membaca do’a, setelah semua prosesi upacara selesai maka semua peserta upacara bersama–sama membagi–bagikan makanan dan melaksanakan acara makan bersama, tak terkecuali legen (nira). Legen tersebut ditawarkan kepada para tamu undangan untuk meminumnya.
Untuk acara terakhir yaitu hiburan yang biasanya ditampilkan seni daerah yaitu karawitan, tari–tarian dan langen bekso kethek ogleng (Ini merupakan bagian pertunjukan tari kethek ogleng atau tari kera putih). Dan setelah acara tersebut selesai maka prosesi upacara adat Tetaken telah usai.
UNSUR PERTUNJUKAN UPACARA ADAT TETAKEN :
1. Sebo
Sebo merupakan prosesi awal sebelum upacara adat Tetaken dimulai atau dilangsungkan atau juga diselenggarakan. Sebo berarti menghadap atau istilah lainnya mendaftar untuk menjadi seorang murid, dalam prosesi awal ini sang Juru Kunci memberikan pengarahan atau Wejang kepada Calon murid, bahwa untuk meraih ilmu kanoragan itu harus menempuh lelaku atau tirakat antara lain, poso, topo, semedi dan yang paling penting yaitu netepi dharmo.
2. Cantrik
Setelah prosesi Sebo maka seorang murid akan diangkat menjadi Cantrik atau nyantrik bila bersedia memenuhi syarat-syarat yang telah di Wejang oleh Sang Juru Kunci kemudian murid akan ngangsu kaweruh kepada Sang Guru atau Juru Kunci untuk mengkaji atau belajar ilmu dari Sang Guru.
3. Semedi
Setelah prosesi Topo maka dilanjutkan dengan prosesi Semedi. Prosesi ini membutuhkan ketabahan dan kekuatan dari seorang murid untuk menjauhkan diri dari keramaian bahkan menahan haus dan lapar sekaligus melewati godaan atau rintangan yang muncul.
4. Thontongan
Prosesi ini sudah masuk dalam pagelaran upacara adat atau prosesi yang dipertunjukkan sedangkan yang keempat prosesi sebelumnya tidak dipertunjukkan. Thontongan merupakan prosesi pertanda bahwa upacara adat Tetaken akan segera dilangsungkan / dimulai.
5. Mandhap
Merupakan prosesi turunnya Juru Kunci beserta para murid yang telah usai menjalankan prosesi semedi. Prosesi ini juga diiringi dengan karawitan Slendro.
6. Siraman
Prosesi ini dimulai dengan Sang Juru Kunci berdo’a kepada Allah SWT, semoga prosesi ini diridhoi oleh Allah SWT. Kemudian Sang murid disucikan oleh Juru Kunci dengan cara menyiramkan air dikakinya.
7. Pandhadaran
Prosesi ini merupakan ujian bagi Sang murid dimana murid akan diuji kemampuan atau pandhadaran kemudian Sang murid akan langsung diwisuda dengan ditandai Sang murid meminum air Tirto Roso Dharmo dan sekaligus sebagai akhir dari syarat puasa 40 hari 40 malam dan juga akhir dari semedi. Kemudian sang murid siap untuk Netepi Dharmo.
8. Kirab
Prosesi ini merupakan proses membawa sesaji ke tengah-tengah lapangan.
9. Srah-srahan
Di prosesi ini Bapak Kepala Desa beserta perangkat desa Mantren dan juga para warga masyarakat menyerahkan sesaji dari hasil bumi masyarakat desa Mantren.
10. Ujuban
Prosesi ini adalah merupakan sebuah prosesi mengucapkan jenis-jenis sesaji oleh Sang Juru Kunci. Prosesi Ujuban sebagai berikut : “Sak derengipun nyuwun pangapunten kulo aminangkani angaturaken punopo ingkang dados hajat utawi kaniatanipun poro wargo desa Mantren lumantar panjenenganipun Bopo Lurah ing Mantren mriki. Nyuwun sewu dumateng poro pinisepuh lan sesepuh dalah poro rawuh sami ingkang satuhu kulo bekteni, awit punopo penjenenganipun Bopo Lurah ngawontenaken sekul tumpeng ageng sekul ambeng ageng balak tulak, soho ayam panggang saking panyuwunipun anyenyuwun dumateng Gusti ingkang Moho Agung, Gusti ingkang Moho Mirah, inggih puniko Allah SWT. Bilih ing wekdal dinten puniko deso Mantren ngawontenaken adat Tetaken kanthi alalentaran adat Tetaken kanthi alalentaran sesajen kolo wau mugi-mugi Gusti Allah SWT ngijabahi nopo kang dados kaniatanipun poro wargo, mugi-mugi dumateng poro pinisepuh dalah poro rawuh sami kulo suwun idi pangestunipun nggih ……. awit punopo angedalaken memule ingkang dipun syukur pikule Kyai Tunggul Wulung ingkang sampun mbangun teki mugi-mugi dadoso tepo tulodho dumateng kawulo mudo taruno sageto nglestarekno budoyo sageto lestari widodo saget kondang kaloko sak indenge bawono mugi-mugi Gusti Allah paring Kabul dumateng poro pinisepuh dalah poro rawuh sami kakung sumawono putri kulo angaturi andongakaken paring pinuju nggih …….. Awit punopo ngawontenaken sesaji tumpeng songo memule memetri ugo sakego rampenipun wontenipun semoyo wontenipun woh-wohan, wontenipun semoyo, wontenipun polo gumandul mboten sanes anjangkepi sesajen wonten pengetan Tetaken ing Gunung Limo mugi-mugio dadoso sarono deso Mantren sageto nglestarekno budoyo Agung puniko ngantos kondang kaloko sakindenge bawono mugo-mugo poro pinisepuh dalah poro rawuh dipun suwun pandongakipun dumateng ingkang pinuju nggih ….. Bab punopo angedalaken jenang abang, jenang tulak, jenang sengkolo, sakugo rampenipun mboten sanes nyengkalani poro wargo anggenipun ngolah Tetaken, anggenipun deres sageto lestari, widodo pinuju wiwit dinten puniko ngantos sak lami-laminipun, mugio Gusti Allah paring terkabul. Awit punopo angedalaken sesajen rupi-rupi sesajen amengeti Tetaken ing tahun 2009 ingkang manggen wonten dinten Seloso Legi, 13 Januari mugio paring barokah, wilujeng sak laminipun kulo suwun pando’aaken paring pinuju nggih …. makaten anggen kulo ngaturaken do’a nyumanggakaken dumateng sesepuh.”
Kalau di artikan dalam bahasa indonesia sebagai berikut “Sebelumnya mohon maaf saya selaku wakil dari Bapak Kepala Desa yang punya hajat beserta warga Desa Mantren sini. Mohon maaf kepada para sesepuh dan penonton semua yang saya hormati, kenapa bapak kepala Desa mengeluarkan nasi tumpeng dan ayam panggang untuk memohon kepada Tuhan yang maha Besar, maha Pemurah, yaitu Allah SWT. Di hari ini di Desa Mantren mengadakan upacara adat Tetaken dengan sesajen itu tadi. Semoga Allah SWT mengabulkan apa yang sudah menjadi niat para warga dan memohon doa restunya……………. Dengan mengeluarkan sajen yang untuk ucapan terimakasih Kyai Tunggul Wulung yang sudah membangun pertapaan dan semoga mampu menjadi contoh bagi generasi muda untuk melestarikan budaya semoga tetap lestari dan terkenal di seluruh dunia. Semoga Allah SWT mengabulkan, kepada sesepuh dan penonton baik laki-laki maupun perempuan saya meminta untuk berdo`a kepada yang maha kuasa……………… Dengan mengeluarkan sesaji tumpeng Sembilan dan lain-lainnya berupa buah-buahan dan lain-lainnya untuk melengkapi sesaji ini. Semoga menjadi sarana Desa Mantren untuk melestarikan budaya yang besar ini dan semoga para sesepuh dan para tamu ikut mendo`akan kepada yang maha kuasa………….. Dengan mengeluarkan kue merah, kue tolak bala dan lain-lainnya tidak lain untuk menolak gangguan para warga untuk melestarikan Tetaken dan saat mengambil air nira kelapa dapat terus berlangsung mulai hari ini untuk memperingati Tetaken di tahun 2009 yang jatuh pada tanggal 13 Januari semoga berkah selama- lamanya saya mohon doa kepada Allah SWT. Demikian dari saya dan untuk doa saya serahkan kepada sesepuh.
11. Doa
Doa ini di bacakan oleh sesepuh Desa setempat setelah juru kunci selesai membacakan niat untuk sesajen yang di persembahkan sebagai simbolis acara ritual ini.
12. Pada Legen
Setelah prosesi doa maka masuklah pada prosesi pada legen yang bermakna bahwa legen merupakan hasil bumi yang berupa nira kelapa sebagai minuman khas di Desa Mantren sekaligus sebagai penghormatan kepada para tamu sebelum menyantap hidangan sesaji.
13. Beksan Gunung Limo
Di acara ini merupakan sebuah pertunjukan tari khas Gunung Limo.
14. Beksan Kethek ogleng
Ini merupakan bagian pertunjukan tari kethek ogleng atau tari kera putih. Dan setelah ke empat belas acara tersebut selesai maka prosesi upacara adat Tetaken telah usai.
ISTILAH-ISTILAH PADA TRADISI TETAKEN :
1. Dalang
Dalang disini berfungsi sebagai pembawa acara sekaligus sebagai pembaca narasi cerita upacara adat Tetaken.
2. Pengrawit
Istilah ini bermakna orang yang memainkan gamelan pengiring upacara adat Tetaken.
3. Gamelan Slendro
Gamelan ini sebagai alat untuk megiringi upacara adat Tetaken yang dimainkan oleh pengrawit.
4. Sinden
Sinden ini sebagai penyanyi tugasnya menyanyikan tembang atau gendhing-gendhing atau lagu-lagu Jawa.
5. Ledek
Bermakna penari perempuan yang membawakan beksa Gunung Limo.
6. Sesajen
Istilah ini bermakna Perlengkapan upacara adat Tetaken yang berupa jenis-jenis hasil bumi antara lain tumpeng ayam panggang, polo gumandul, polo pendem, jenang atau kue.
7. Juru Kunci
Istilah ini berarti orang yang merawat sekaligus sesepuh pertapaan Gunung Limo.
MAKNA SIMBOL PADA UPACARA ADAT TETAKEN :
Dari penelitian unsur makna simbol upacara adat Tetaken ini terdapat dua kategori simbol, yaitu simbol verbal dan simbol non verbal. Dan inilah bahasan kedua makna simbol tersebut.
A. Makna simbol verbal upacara adat Tetaken
1. Tetaken
Istilah ini merupakan istilah kunci karena memang istilah ini merupakan judul upacara Adat yang ada di Desa Mantren Kecamatan Kebonagung Kabupaten Pacitan. Tetaken berarti membangun Pertapaan atau tempat bersemedi atau teteki sesuai cerita bahwa Ki Tunggul Wulung membangun pertapaan di Gunung Limo.
2. Nguri-nguri
Istilah ini merupakan intisari upacara adat Tetaken karena istilah ini bermakna menjaga dan melestarikan agar tetap ada disini yang dimaksud melestarikan adalah menjaga dan melestarikan pertapaan atau Tetaken Gunung Limo agar tetap menjadi aset yang berharga bagi bangsa dan Negara.
3. Wejang
Istilah ini merupakan istilah yang ada di prosesi sebo yang bermakna arahan dari sang juru kunci kepada calon murid mengenai syarat syarat untuk menjadi seorang cantrik atau murid.
4. Lelaku
Istilah ini merupakan rangkaian dari wejang, lelaku ini bermakna jalan yang harus ditempuh yang sifatnya wajib yang berupa puasa 40 hari 40 malam. Semedi dan sebagainya yang bersifat wajib.
5. Ngangsu Kaweruh
Setelah resmi diangkat menjadi seorang cantrik atau murid maka seorang murid memasuki ngangsu kaweruh yang bermakna belajar ilmu dari sang guru.
6. Tirto Roso Dharmo
Setelah prosesi semedi maka sang murid minum air tirto roso dharmo yang bermakna bahwa seorang murid akan selalu berbakti kepada lingkungan atau masyarakat dan setelah minum tirto roso dharmo segala kemungkaran akan dikurung.
7. Netepi Dharmo
Istilah ini merupakan atau memiliki makna yang sangat dalam bagi sang murid karena netepi dharmo bermakna bahwa ia akan selalu mengamalkan apa yang telah diperolehnya untuk masyarakat nusa dan bangsa.
8. Syukuran
Syukuran merupakan simbol verbal yang muncul setelah proses doa dimana semua peserta makan sesaji bersama- sama syukuran bermakna bahwa semua sedekah yang telah dikeluarkan oleh warga desa Mantren dengan harapan upacara adat Tetaken tetap lestari untuk selama-lamanya sekaligus masyarakat tetap diberkahi rejeki dari Allah SWT.
B. Makna Simbol Non Verbal upacara adat Tetaken
1. Gunungan Limo
Gunungan ini berbentuk sama dengan wayang kulit, yang bermakna bahwa Gunung Limo masih menjadi lambang daerah Kabupaten Pacitan sampai sekarang.
2. Tumpeng
Merupakan perwujudan hasil bumi Desa Mantren yang berwujud beras yang dibentuk kerucut untuk memenuhi kelengkapan sesaji.
3. Ayam Panggang
Ayam panggang disini bermakna bahwa manusia itu diibaratakan berasal dari putih dan merah seperti ayam sebelum dipanggang dan seusai dipanggang.
4. Jenang Tulak
Kue ini bermakna untuk menjauhkan warga Desa Mantren dari segala gangguan yang tidak diinginkan.
5. Legen
Salah satu perlengkapan sesaji yang berasal dari air nira kelapa yang ditaruh dalam bumbung atau dalam ruas bambu. Wujud penghasilan warga Desa Mantren.
6. Gentong
Perlengkapan ini untuk menaruh hasil bumi legen yang diberi doa dan bermakna bahwa semoga hasil bumi yang berupa legen tersebut tetap lestari dan merupakan penghasilan yang tetap selain bercocok tanam.
7. Umbul-umbul
Istilah ini bermakna bahwa ini merupakan kebudayaan yang besar yang harus tetap dilestarikan.
8. Geber Pethak
Geber pethak ini merupakan sebuah kain putih yang di bawa dibelakang cantrik sebelum diwisuda yang bermakna bahwa kain ini melambangkan bahwa seorang cantrik masih putih bersih setelah usai menjalankan semedi.
Sumber :
https://ugengknowledge.wordpress.com
http://aiemlastfriends.blogspot.in
Senin, 01 Juni 2015
"UPACARA ADAT CEPROTAN PACITAN" Ritual bersih desa serta mengenang nenek moyang pendahulu desa Sekar. [Desa Sekar - Kecamatan Donorojo]
UPACARA ADAT CEPROTAN DESA SEKAR DONOROJO
Kabupaten Pacitan memang masih kental dengan budaya jawanya. Bahkan masih terbilang banyak upacara-upacara adat dari berbagai wilayah di Pacitan yang sampai kini masih di adakan atau diperingati. Salah satunya adalah Upacara adat Ceprotan.
Upacara adat Ceprotan yang sudah menjadi tradisi masyarakat Pacitan khususnya masyarakat Desa Sekar Kecamatan Donorojo Kabupaten Pacitan Jawa Timur selalu dilaksanakan tiap tahun pada bulan Dzulqaidah (Longkang), hari Senin Kliwon. Acara ini dimaksudkan untuk mengenang pendahulu Desa Sekar yaitu Dewi Sekartaji dan Panji Asmorobangun melalui kegiatan bersih desa. Upacara ini diyakini dapat menjauhkan desa tersebut dari bala dan memperlancar kegiatan pertanian yang merupakan mata pencaharian utama bagi kebanyakan penduduknya. Lokasi upacara Ceprotan yaitu di Desa Sekar, Kecamatan Donorojo, kota Pacitan Jawa timur yang jaraknya kurang lebih 40 km ke arah barat dari pusat kota.
1. Kronologis
Upacara adat ini dimulai dengan pengarakan kelapa muda yang digunakan sebagai alat “ceprotan” menuju tempat dilaksanakannya upacara yang biasanya berupa tanah lapang. Kelapa-kelapa ini ditempatkan pada keranjang bambu dengan anyaman yang jarang-jarang dan dibawa oleh pemuda setempat.
Sebelum acara dimulai, tetua adat membacakan doa-doa. Upacara dilanjutkan dengan ditampilkannya sendratari yang menceritakan pertemuan antara Ki Godeg dengan Dewi Sekartaji. Kemudian pemuda-pemuda ini dibagi menjadi dua kubu yang ditempatkan secara berseberangan. Keranjang berisi kelapa muda yang telah dikuliti dan direndam selama beberapa hari agar tempurungnya melunak, diletakkan di depan masing-masing anggota kubu yang telah berjajar dengan posisi menghadap ke arah kubu lawan.
Antar kedua kubu ini diberi jarak beberapa meter sehingga mereka tidak berhadapan secara langsung dan diantara mereka diletakkan sebuah ingkung atau ayam utuh yang dipanggang.
Setelah semua siap, anggota dari kedua kubu mulai saling melempar kelapa muda yang berada di depan mereka. Setiap orang yang terkena lemparan hingga kelapa yang dilempar pada mereka pecah dan airnya membasahi tubuhnya dianggap sebagai orang yang kelak akan mendapatkan rezeki yang melimpah.
Ayam panggang yang diletakkan di tengah-tengah arena tidak diperebutkan melainkan disimpan untuk dimakan bersama-sama pada akhir acara. Setelah semua kelapa habis, kegiatan saling melempar kelapa yang dinamakan ceprotan ini diakhiri dengan pembacaan doa kembali. Pada penutupan acara ceprotan ini juga dilakukan tarian-tarian singkat yang mengiringi kepergian pemuda- pemuda yang telah melakukan ceprotan.
2. Peralatan dan Makna Simbolik
Sendratari yang ditampilkan pada awla acara menceritakan tentang pertemuan antara Ki Godeg dengan Dewi Sekartaji. Menurut kepercayaan masyarakat Donorojo, Ki Godeg merupakan orang pertama yang membuka atau istilahnya “membabad” wilayah itu yang semula berupa hutan belantara. Ki Godeg merupakan nama lain dari Panji Asmorobangun, seseorang yang sakti mandraguna dari daerah Kediri. Karena keuletan dan keahlian dari Ki Godeg tersebut, wilayah yang semula berupa hutan belantara berhasil diubah menjadi lahan pertanian.
Suatu ketika, beliau bertemu dengan dua orang wanita yang sedang menempuh perjalanan. Kedua wanita tersebut sebenarnya adalah titisan dewi yaitu Dewi Sukonadi dan Dewi Sekartaji. Mereka beristirahat di wilayah yang telah dibabad Ki Godeg. Salah satu dari dewi tersebut yaitu Dewi Sekartaji merasa kehausan. Karena merasa kasihan, Ki Godeg menawarkan diri untuk mencarikan minuman bagi dewi tersebut. Dewi Sekartaji kemudian meminta air kelapa muda untuk mengobati dahaganya. Sayangnya, diwilayah tersebut tidak terdapat pohon kelapa sama sekali.
Namun demi memenuhi permintaan dari Dewi Sekartaji, Ki Godeg melakukan matekaji atau menggunakan ilmunya untuk masuk ke dalam tanah guna mencari kelapa muda di tempat yang cukup jauh. Tempat dimana Ki Godeg masuk ke dalam tanah berubah menjadi sumber mata air, kemudian tempat beliau keluar dari tanah juga menjadi mata air yaitu di daerah Wirati, Desa Kalak.
Mata air tersebut dinamakan Kedung Timo. Setelah beliau menemukan pohon kelapa, Ki Godeg memanjat dan mengambil kelapa mudanya, lalu kembali lagi ke tempat semula dimana Dewi Sekartaji menunggu beliau. Tempat beliau kelaur dari tanah saat kembali juga menjadi mata air. Dewi Sekartaji yang kehausan segera meminum air kelapa muda yang dibawakan oleh Ki Godeg.
Sisa dari air kelapa muda yang tidak habis diminum oleh Dewi Sekartaji ditumpahkannya di tempat dewi tersebut berdiri. Air kelapa yang menyentuh tanah seketika menjadi sumber air yang hingga sekarang dikenal sebagai Sumber Sekar. Dewi Sekartaji kemudian berpesan pada Ki Godeg, jika kelak tempat tersebut menjadi pemukiman agar dinamai Desa Sekar. Untuk pemuda yang ingin ngalap berkah untuk mencari sandang pangan disuruhnya menggunakan cengkir yang dalam Bahasa Indonesia adalah kelapa muda. Hari terjadinya peristiwa tersebut adalah Senin Kliwon pada bulan Longkang atau Dzulqaidah.
Kelapa muda yang digunakan sebagai alat utama dalam upacara ini merupakan cengkir yang dimaksud oleh Dewi Sekartaji. Makna simbolik dari cengkir ini terletak pada kepanjangan dari cengkir menurut orang Jawa yaitu ceng-cenge pikir. Jadi, merujuk dari pesan Dewi Sekartaji bahwa untuk pemuda yang ingin ngalap berkah untuk mencari sandang pangan, disuruh menggunakan cengkir atau ceng-cenge pikir yang artinya mengandalkan daya pikir atau otaknya.
Kemudian mengenai acara saling melempar kelapa muda, mengandung makna saling membantu dalam mencari rezeki dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. “Ingkung” atau ayam panggang utuh yang berada di tengah arena upacara melambangkan rezeki yang harus di usahakan atau dicari oleh para pemuda.
3. Nilai-nilai yang Trekandung dalam Upacara Adat Ceprotan
Selain nilai kebudayaan dan sejarah, upacara adat Ceprotan sekaligus legenda yang melatarbelakangi sarat dengan nilai-nilai lain yang harus dicermati dan dapat diamplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.
Pertama mengenai kegigihan Panji Asmorobangun atau yang dikenal sebagai Ki Godeg dalam usaha-usahanya membuka dan membangun suatu wilayah di Pacitan yang kini dikenal dengan nama desa Sekar, kecamatan Donorojo menjadi daerah pertanian.
Daerah ini sebenarnya merupakan daerah yang tandus mengingat kandungan kapur dalam tanahnya yang cukup tinggi. Namun kini wilayah tersebut menjadi salah satu penghsail padi dan kelapa yang cukup diperhitungkan di Kabupaten Pacitan.
Kedua mengenai kebaikan hati beliau menolong orang yang kesusahan yaitu dalam legenda ini Dewi Sekartaji, serta pengorbanan yang dilakukannya.
Ketiga mengenai pesan yang disampaikan oleh Dewi Sekartaji pada generasi muda yaitu untuk mengandalkan pikirannya dalam mencari penghasilan guna memenuhi kebutuhan hidup.
Nilai lain yang dapat diambil dari kegiatan ini adalah mengenai ingkung yang disediakan di tengah arena. Ingkung ini memang seolah menjadi sntral dari Upacara Ceprotan karena melambangkan rezeki yang dicari. Namun ingkung tersebut tidak diperebutkan. Hal ini menunjukkan bahwa generasi muda harus berusaha optimal dalam meraih apa yang diinginkan, tetapi jangan sampai melanggar hak dan kepentingan orang lain.
Doa pada awal dan penutup upacara juga memiliki nilai tersendiri, bahwa generasi muda harus memulai dan mengakhiri setiap usaha-usaha yang dilakukan dengan doa. Dengan doa yang melambangkan pengharapan dan kepasrahan terhadap Sang Pencipta. Kita harus meyakini jika usaha yang kita lakukan sudah maksimal, Tuhan akan membalasnya dengan hasil yang memuaskan.
4. Prospek Nilai dalam Kehidupan Nasional
Nilai-nilai dalam Upacara Adat Ceprotan tersebut tentu memiliki prospek dalam kehidupan Nasional. Pertama adalah masalah keyakinan kita terhadap Tuhan. Kegiatan doa pada awal dan penutupan upacara yang melambangkan pengharapan dan kepasrahan kita terhadap Sang pencipta, mengingat bahwa kita harus memulai dan mengakhiri setiap usaha-usaha yang kita lakukan dengan doa.
Disadari atau tidak, masyarakat Indonesia yang terkena imbas globalisasi dan meningkatnya tekanan hidup terutama di bidang ekonomi, kebanyakan menjadi semakin populer. Mereka bersusah payah mengejar tujuannya namun lupa berdoa untuk meminta bantuan, rakhmat, serta restu dari Sang Penguasa Alam. Saat mereka mendapat apa yang dicita-citakan, mereka lupa bersyukur pada Kekuatan Tak Terlihat yang menuntun dan memudahkan jalan mereka dalam proses pencapaian tersebut. Sedangkan jika mereka gagal, orang-orang tersebut akan menggerutu pada Tuhan. Mereka mengalihkan kekecewaannya dan mencoba menutupi kegagalan yang sebenarnya bersumber dari diri mereka sendiri dengan menyalahkan Penciptanya.
Selanjutnya mengenai sikap gemar menolong yang rupanya saat ini ikut menghilang. Manusia yang menjadi komponen bangsa ini tampaknya lebih senang saling menuding atas kerusakan- kerusakan serta kesulitan di berbagai sektor yang dialami oleh negara. Jika sikap saling menolong ini saja sudah langka, apalagi pengorbanan yang dibutuhkan untuk menjadikan bangsa ini menjadi lebih baik hanya sebuah impian belaka.
Intisari dari upacara tersebut yaitu mengenai cengkir atau ceng- cenge pikir. Bangsa ini membutuhkan otak-otak yang siap diperas untuk memikirkan banyak hal demi mewujudkan Indonesia yang lebih baik. Generasi muda yang menjadi fokus utama, harus giat menuntun ilmu pengetahuan, bukan hanya untuk formalitas, gelar, ataupun merencanakan masa depannya sebagai karyawan melainkan lebih dari itu, yaitu untuk mewujudkan lapangan- lapangan kerja, inovasi-inovasi, dan kreatifitas tingkat tinggi yang diperlukan untuk mengangkat kesejahteraan, harkat, serta maertabat bangsa.
Mengenai ingkung, kita diingatkan agar dalam usaha mencapai tujuan, tidak boleh saling sikut. Fenomena negatif ini telah mewarnai berbagai aspek kehidupan sehari-hari. Secara utuh, upacara ini mengajak generasi penerus untuk menengok ke belakang, melihat dan meneladani apa yang dilakukan oleh para pendahulu kita dan menerapkannya dalam kehidupan masa kini. Dimulai dari perilaku pribadi hingga sikap berbangsa dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
5. Kesimpulan
Dari penjelasan di atas, Upacara adat Ceprotan merupakan tradisi masyarakat Pacitan khususnya masyarakat Desa Sekar Kecamatan Donorojo yang dilaksanakan tiap tahun pada bulan Dzulqaidah (Longkang), hari Senin Kliwon. Acara ini dimaksudkan untuk mengenang pendahulu Desa Sekar yaitu Dewi Sekartaji dan Panji Asmorobangun melalui kegiatan bersih desa. Upacara ini diyakini dapat menjauhkan desa tersebut dari bala dan memperlancar kegiatan pertanian. Lokasi upacara Ceprotan yaitu di Desa Sekar, Kecamatan Donorojo, kota Pacitan yang jaraknya kurang lebih 40 km ke arah barat dari pusat kota. Upacara adat ceprotan ini juga menuntun kita untuk berusaha dalam mencapai tujuan hidup.
Saling tolong menolong sangat diperlukan dalam kehidupan bermasyarakat. Doa yang merupakan pengharapan pada Sang Pencipta sangat berberan penting dalam pencapaian apa yang dicita-citakan. Ingkung yang melambangkan hasil dari usaha yang dicapai mencontohkan pada kita bahwa setiap usaha pasti ada hasilnya. Jika usaha yang kita lakukan sudah maksimal, pasti hasilnya akan memuaskan pula.
6. Saran dan Pesan
Pesan yang disampaikan dari upacara adat Ceprotan adalah sebagai berikut :
~ Sudah seharusnya generasi muda membekali dirinya dengan ilmu pengetahuan serta ketrampilan agar dapat mencapai kesejahteraan bagi dirinya dan orang lain di sekitarnya.
~ Diharapkan generasi muda saling bahu membahu dalam mencapai cita-cita yang ingin dicapai.
~ Generasi muda harus berusaha optimal dalam meraih apa yang diinginkan, tetapi jangan sampai melanggar hak dan kepentingan orang lain.
~ Generasi muda harus memulai dan mengakhiri setiap usaha- usaha yang dilakukan dengan doa. Karena doa melambangkan pengharapan dan kepasrahan terhadap Sang Pencipta. Kita harus meyakini jika usaha yang kita lakukan akan mendapatkan hasil yang maksimal.
"PANTAI KUNCIR PACITAN" Pantai bersebelahan dengan pantai Pidakan ini kental akan mitosnya. [Desa Jetak - Kecamatan Tulakan]
<br /><br /><a href="https://pacitankabmuseumjatim.files.wordpress.com/2014/08/dsc_32719.jpg"><img src="https://pacitankabmuseumjatim.files.wordpress.com/2014/08/dsc_32719.jpg" width="300" height="200" alt="Pantai kuncir jetak tulakan pacitan" /><br /><b>PANTAI KUNCIR PACITAN [Jetak - Tulakan]</b></a><br /><br /><p style="text-align:justify;"><i>Di sebelah timur kabupaten Pacitan juga tak kalah potensi wisatanya salah satunya adalah wisata Pantai, dan yang akan kita bahas kali ini adalah pantai Kuncir. Pantai Kuncir ini terletak di Desa Jetak
Kecamatan Tulakan Kabupaten Pacitan Jawa Timur. Akses termudah menuju pantai ini dari Kota Pacitan adalah
melalui JLS ke arah timur. Sekitar 30 menit perjalanan
sudah masuk wilayah Desa Jetak, lihat di
kanan jalan ada papan penunjuk arah
menuju Pantai Pidakan, nah pantai Kuncir ini searah dengan dengan jalur <a href="http://alipz33.xtgem.com/index?__xtblog_search=pidakan">Pantai Pidakan</a>.<br /><br /><a href="http://i0.wp.com/pacitanku.com/wp-content/uploads/2013/11/Pantai-Kuncir.jpg"><img src="http://i0.wp.com/pacitanku.com/wp-content/uploads/2013/11/Pantai-Kuncir.jpg" width="300" height="200" alt="Pantai kuncir Pacitan" /></a><br /><br />
Dari arah barat JLS ini belok kanan akses selanjutnya melalui jalan
makadam yang lumayan licin apalagi jika di
musim penghujan. Namun ada jalur lain yang lebih mudah ada di sebelah timur jalan masuk yang pertama ini, juga ada Papan nama arah pantai Pidakan jalanya sudah beraspal halus. Sekitar 250 meter kita
sudah bisa menginjakkan kaki di Pantai
Pidakan. Nah Pantai Kuncir itu terletak di
sebelah barat Pantai Pidakan.<br /><br /><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhVzXoLYvOH-aGgyYtICyHWN3VaUSsBJFMjGX90Mw2tTnPPUNUPw-j-gkdUvcCZPpoZhXaOFiCz-YBeWDzqv4_UySv3PcpGiVpbtILhIkJK1OEhE0zD021QX7e6QJj6bQ0IjXG8Iyc8WOE/s1600/kuncir1.jpg"><img src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhVzXoLYvOH-aGgyYtICyHWN3VaUSsBJFMjGX90Mw2tTnPPUNUPw-j-gkdUvcCZPpoZhXaOFiCz-YBeWDzqv4_UySv3PcpGiVpbtILhIkJK1OEhE0zD021QX7e6QJj6bQ0IjXG8Iyc8WOE/s1600/kuncir1.jpg" width="300" height="200" alt="pantai kuncir pacitan" /></a><a></a><br /><br />Sebenarnya
Pantai Kuncir dan Pidakan itu masih satu
lokasi, hanya saja penduduk setempat
menyebut pantai yang menghadap selatan
sebagai Pantai Pidakan sedangkan Pantai
yang menghadap timur disebut sebagai
Pantai Kuncir. Kedua pantai ini di pisahkan oleh Bebatuan karang di ujung sebelah barat Pantai Pidakan. Disebut Pantai Kuncir karena
di area pantai ini ada batu-batu karang
besar yang khas yang biasa disebut “watu
kuncir” oleh warga sekitar.<br /><br /><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEirV8JqWZ4PNskf80JaHd1x-_6hc_alx5GA9gfFGGD_iRc0D44bnb6RHCDyL-34-Iv499r1z6mfPX-ChdULxL0tDXNJjh_QKehENIfVRFIkUJGaCy2NpYE1RH2OOIC46ntaky5wE1CmncA/s1600/kuncir2.jpg"><img src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEirV8JqWZ4PNskf80JaHd1x-_6hc_alx5GA9gfFGGD_iRc0D44bnb6RHCDyL-34-Iv499r1z6mfPX-ChdULxL0tDXNJjh_QKehENIfVRFIkUJGaCy2NpYE1RH2OOIC46ntaky5wE1CmncA/s1600/kuncir2.jpg" width="300" height="200" alt="pantai kuncir tulakan" /></a><a></a><br /><br />
Pantai kuncir ini tepi pantainya
didominasi oleh batu-batu pantai yang
bulat-bulat sebesar buah kelapa, hampir mirip karakternya dengan Pantai Pidakan. Ketika laut
sedang pasang, disarankan kita
tidak menuju area tepi pantai karena
ombaknya besar sampai menghantam
area pertanian penduduk, sehingga
banyak pohon tumbang terkena abrasi
ombak laut selatan ini.<br /><br /><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgYDGyKbYiQac00u4LzAb5RQPRAfNgc9XxTx63_Z4EbQB3M7Wt98TqVPB7Gq0Ai0BmWUpxJTcbWm7gj-ma8Ks7CkxBseLWmMtU_4arpAJ9EBDG4ArBUddaxQ7TDsL4WUKV1snByZrpHnHw/s1600/kuncir02.jpg"><img src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgYDGyKbYiQac00u4LzAb5RQPRAfNgc9XxTx63_Z4EbQB3M7Wt98TqVPB7Gq0Ai0BmWUpxJTcbWm7gj-ma8Ks7CkxBseLWmMtU_4arpAJ9EBDG4ArBUddaxQ7TDsL4WUKV1snByZrpHnHw/s1600/kuncir02.jpg" width="300" height="200" alt="pantai kuncir jetak" /></a><a></a><br /><br />
Nah, ketika laut mulai surut disini
keasyikannya. Kita bisa bermain-main air
dan bisa juga memancing ataupun
mencari kerang. Jika kebetulan sedang
waktunya “pasatan” (pasang
surut), banyak penduduk setempat yang
berbondong-bondong datang ke kawasan pantai
ini untuk mencari kerang dan biota-biota laut lainya yang bisa di konsumsi sehingga
suasana menjadi lebih ramai, dan biasanya
kondisi ini terjadi ketika sore hari
menjelang matahari terbenam.<br /><br /><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi0hq7nAppuXA8Wh7XtjvSn6BPsXYTdevrpb-RuIcUuLP6Igdg8GWPZT3tSj23TGHeCHiJgl5X9quIESXCuGlFTYAzhlA40s8IO1C207TRBr8rjD5dSqd2GnKIj3M-NhyyxsnEfT4GvUyI/s1600/kuncir.jpg"><img src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi0hq7nAppuXA8Wh7XtjvSn6BPsXYTdevrpb-RuIcUuLP6Igdg8GWPZT3tSj23TGHeCHiJgl5X9quIESXCuGlFTYAzhlA40s8IO1C207TRBr8rjD5dSqd2GnKIj3M-NhyyxsnEfT4GvUyI/s1600/kuncir.jpg" width="300" height="200" alt="pantai Kuncir jetak tulakan" /></a><a></a><br />[info-pacitan.blogspot.in]<br /><br />Seperti halnya di Pantai Pidakan, pantai ini sangat dihormati serta dijaga
keberadaan serta keasliannya. Di pantai ini juga kental dengan mitosnya. Dari cerita yang berkembang di masyarakat sekitar konon pagar batu alam yang tinggi
dan menjulang sebagai pembatas antara
kedua pantai ini (Pidakan dan Kuncir) bersemayam penjaga
pantai kuncir yang merawat serta menjaga
keaslian pantai tersebut dari tangan-tangan jail para manusia yang ingin merusak kelestarian pantai ini, memang batu
besar tersebut tidak boleh dirusak serta jika kita hendak masuk
didalam pantai kuncir, kita harus
mematuhi segala pantangan yang tidak
boleh dilanggar misalnya berkata jorok,
merusak karang/bebatuan, berteriak -teriak, berbuat
mesum dan lain sebagainya. Yang jelas boleh menikmati fasilitas yang ada namun jangan ada niat buruk untuk merusak alam atau dengan tujuan sebagai tempat maksiat, asalkan dengan niat baik semuanya akan aman-aman saja.<br /><br />Jangan lewatkan singgah ke Pantai ini kalau anda berkunjung ke Pantai Pidakan. Kunjungi juga Pantai-pantai lainya yang lokasinya masih berada di srkitar Pantai Kuncir, diantaranya ada <a href="http://alipz33.xtgem.com/index?__xtblog_search=blubuk">Pantai Blubuk</a> yang ada di Desa Worawari berbatasan dengan Desa jetak yang merupakan lokasi Pantai Kuncir ini.<br /><br /></i></p>
Langganan:
Postingan (Atom)