Info Pacitan | Wisata | Seni & Budaya | Sejarah | Lokasi menarik | Traveling | Download | Dan lain-lain
Rabu, 03 Juni 2015
"UPACARA ADAT TETAKEN GUNUNG LIMO PACITAN" Sebuah agenda rutin ritual bresih desa atau sedekah bumi yang kental akan makna sepiritual dan sejarah. [Desa Mantren - Kecamatan Kebonagung]
Sejarah Tradisi Upacara Tetaken Gunung Limo
Seperti yang kita tau bahwa di Pacitan juga kaya akan wisata budayanya salah satunya adalah "Tetaken". Upacara adat Tetaken merupakan sebuah wujud kebudayaan hasil karya manusia yang berlatar belakang sastra lisan mengenai cerita rakyat, Ki Tunggul Wulung, Ki Brayut, dan Ki Tiyoso. Dan dalam unsur pertunjukan upacara adat Tetaken terdapat unsur-unsur yang memenuhi kriteria folklore.
Gunung Limo merupakan salah satu objek unggulan di Kabupaten Pacitan Jawa Timur, Gunung Limo terletak kurang-lebih 15 km dari Alun-alun kota Pacitan ke arah timur tepatnya di Desa Mantren Kecamatan Kebonagung. Gunung Limo selain menyimpan panorama yang indah juga menawarkan potensi budaya lewat upacara adat Tetaken.
Upacara adat Tetaken merupakan cerminan budaya masyarakat di sekitar Gunung Limo yang sekaligus menjadi setting upacara adat Tetaken. Karena memang upacara adat Tetaken memiliki kaitan historis dengan Gunung Limo.
Cerita dimulai dimana saat kerajaan Majapahit mengalami kemunduran dan yang menjadi Raja Majapahit adalah Brawijaya V, dimana Putra Brawijaya V menikah dengan seorang putri Cina dan menurut kepercayaan masyarakat Jawa, bila orang Jawa menikah dengan orang Cina maka orang Jawa tersebut akan kalah dalam segala hal. Brawijaya V menyadari hal tersebut, beliau kemudian menyiapkan seseorang untuk berjaga-jaga bila hal tersebut atau huru-hara tersebut benar-benar terjadi. Seseorang yang dipersiapkan tersebut ialah Ki Tunggul Wulung. Brawijaya V menyuruh Ki Tunggul Wulung untuk bersemedi di Gunung Lawu.
Ki Tunggul Wulung berangkat ke Gunung Lawu setelah menerima arahan Brawijaya V, sesampainya di Gunung Lawu, Ki Tunggul Wulung bertemu dengan Pandito atau seseorang yang sakti.
Di saat itulah Agama Islam masuk ke tanah Jawa lewat daerah pesisir utara Pulau Jawa, karena tidak ingin masuk Islam ketiga saudara Ki Tunggul Wulung yaitu Ki Brayut, Ki Buwono Keling, dan Ki Tiyoso. Namun, mereka berempat bukan Saudara Kandung melainkan Saudara satu perguruan. Ki Brayut, Ki Buwono Keling dan Ki Tiyoso melarikan diri ke daerah selatan sesuai dengan petunjuk gurunya, “Berjalanlah selama 40 hari dan setelah mencapai tempat yang tinggi lihatlah kearah bawah bila kalian melihat tempat yang datar, tempat itulah yang dinamakan “Alas Wengker Kidul”. Seampainya di Wengker Kidul perjalanan mereka dibagi menjadi tiga yaitu, Ki Buwono Keling lewat sebelah utara, Ki Tiyoso lewat pesisir selatan dan Ki Brayut lewat tengah hutan.
Singkat cerita Majapahit mengalami huru-hara besar dan Ki Tunggul Wulung turun gunung, namun beliau tidak bisa memadamkan huru-hara tersebut kemudian Ki tunggul Wulung memutuskan untuk mencari ketiga Saudaranya dengan meminta petunjuk dari Sang Guru namun Sang Guru dalam keadaan kritis dan dalam hembusan nafas terakhirnya ia berpesan untuk menggali makam dengan tongkatnya.
Setelah peristiwa tersebut Ki Tunggul Wulung mencari ketiga saudaranya dan sampailah di tempat yang dinamakan Astono Genthong, dari situ ia melihat gunung yang berjajar empat ( tidak lima bila dilihat dari Astono Genthong ). Kemudian ia mempunyai firasat bila saudaranya berada di gugusan gunung tersebut, namun sesampainya di gunung tersebut ia tidak bertemu saudaranya.
Dari gugusan gunung yang berjumlah lima salah satunya adalah tempat untuk bertapa atau bersemedi atau juga teteki.
Dikisahkan pula Kyai Tunggul Wulung adalah orang pertama yang membuka lahan atau babad alas disekitar lereng gunung Limo untuk mencapai lokasi pertapaan harus melewati banyak rintangan seperti tangga (ondo rante) selain itu kita harus menembus hutan lebat, tebing yang terjal serta Selo Matangkep.
Selo Matangkep adalah sebuah celah sempit diantara batu besar yang hanya cukup dilewati sebadan orang saja, dipintu masuk Selo Matangkep tersebut dipercaya apabila ada pengunjung yang berniat jahat maka ia tidak akan bisa melewatinya, sementara itu bagi yang berniat baik untuk berkunjung ke pertapaan kendati mustahil ia berbadan besar maupun kecil bisa melewatinya.
Kabupaten Pacitan memiliki kekayaan budaya bangsa luhur yang tersebar diseluruh Kecamatan se Kabupaten Pacitan. Selain upacara adat yang sudah menjadi agenda rutin tingkat Kabupaten maupun tingkat Provinsi Jawa Timur, salah satunya adalah upacara adat “Tetaken Gunung Limo” yang merupakan upacara ritual nenek moyang yang mempunyai ciri tersendiri. Kekayaan budaya Pacitan perlu dikembangkan dan dilestarikan agar dapat menunjang kegiatan kepariwisataan daerah, regional, dan nasional.
Upacara adat Tetaken diadakan di Gunung Limo desa Mantren. Desa Mantren berada di wilayah Kecamatan Kebonagung, Kabupaten Pacitan termasuk Desa yang berada di puncak gunung dan bebukitan yang kondisi alamnya terjal namun tidak kering. Dengan jalan yang berbelok–belok dan naik turun membuat semangat penduduk Desa Mantren dan sekitarnya hidup secara dinamis.
Penduduk Desa Mantren sebagian besar bermatapencaharian sebagai petani, penderes legen (sajeng) bahan gula merah (gula jawa) dan sebagian kecil sebagian pegawai (PNS).
Kronologi Tradisi Tetaken Gunung Limo
Upacara adat Tetaken dilaksanakan pada tanggal 15 Suro/Muharram yang dimulai dari jam 13.00 sehabis Dzhur sampai selesai. Kronologi atau urutan upacara adat Tetaken dimulai dari peserta yang berjalan dari kaki Gunung menuju pelataran Gunung Limo. Pada barisan pertama yaitu Kepala Desa kemudian pembawa pusaka dan umbul–umbul, selanjutnya rombongan pembawa sesaji, kemudian rombongan pembawa tumpeng dan hasil bumi, setelah itu rombongan perangkat desa. Dibelakangnya rombongan pembawa legen (nira) sebagai hasil khas rakyat desa Mantren.
Kemudian rombongan pertapa yang dipimpin juru kunci menuruni gunung menuju pelataran/tempat upacara dengan berpakaian serba putih. Setelah semua peserta terkumpul upacarapun dimulai yang disaksikan oleh para penonton dan tamu undangan. Acara pertama yaitu para gadis maju kedepan untuk meletakkan sesaji dihadapan pemimpin upacara/pemuka adat.
Kemudian pemuka adat membaca do’a, setelah semua prosesi upacara selesai maka semua peserta upacara bersama–sama membagi–bagikan makanan dan melaksanakan acara makan bersama, tak terkecuali legen (nira). Legen tersebut ditawarkan kepada para tamu undangan untuk meminumnya.
Untuk acara terakhir yaitu hiburan yang biasanya ditampilkan seni daerah yaitu karawitan, tari–tarian dan langen bekso kethek ogleng (Ini merupakan bagian pertunjukan tari kethek ogleng atau tari kera putih). Dan setelah acara tersebut selesai maka prosesi upacara adat Tetaken telah usai.
UNSUR PERTUNJUKAN UPACARA ADAT TETAKEN :
1. Sebo
Sebo merupakan prosesi awal sebelum upacara adat Tetaken dimulai atau dilangsungkan atau juga diselenggarakan. Sebo berarti menghadap atau istilah lainnya mendaftar untuk menjadi seorang murid, dalam prosesi awal ini sang Juru Kunci memberikan pengarahan atau Wejang kepada Calon murid, bahwa untuk meraih ilmu kanoragan itu harus menempuh lelaku atau tirakat antara lain, poso, topo, semedi dan yang paling penting yaitu netepi dharmo.
2. Cantrik
Setelah prosesi Sebo maka seorang murid akan diangkat menjadi Cantrik atau nyantrik bila bersedia memenuhi syarat-syarat yang telah di Wejang oleh Sang Juru Kunci kemudian murid akan ngangsu kaweruh kepada Sang Guru atau Juru Kunci untuk mengkaji atau belajar ilmu dari Sang Guru.
3. Semedi
Setelah prosesi Topo maka dilanjutkan dengan prosesi Semedi. Prosesi ini membutuhkan ketabahan dan kekuatan dari seorang murid untuk menjauhkan diri dari keramaian bahkan menahan haus dan lapar sekaligus melewati godaan atau rintangan yang muncul.
4. Thontongan
Prosesi ini sudah masuk dalam pagelaran upacara adat atau prosesi yang dipertunjukkan sedangkan yang keempat prosesi sebelumnya tidak dipertunjukkan. Thontongan merupakan prosesi pertanda bahwa upacara adat Tetaken akan segera dilangsungkan / dimulai.
5. Mandhap
Merupakan prosesi turunnya Juru Kunci beserta para murid yang telah usai menjalankan prosesi semedi. Prosesi ini juga diiringi dengan karawitan Slendro.
6. Siraman
Prosesi ini dimulai dengan Sang Juru Kunci berdo’a kepada Allah SWT, semoga prosesi ini diridhoi oleh Allah SWT. Kemudian Sang murid disucikan oleh Juru Kunci dengan cara menyiramkan air dikakinya.
7. Pandhadaran
Prosesi ini merupakan ujian bagi Sang murid dimana murid akan diuji kemampuan atau pandhadaran kemudian Sang murid akan langsung diwisuda dengan ditandai Sang murid meminum air Tirto Roso Dharmo dan sekaligus sebagai akhir dari syarat puasa 40 hari 40 malam dan juga akhir dari semedi. Kemudian sang murid siap untuk Netepi Dharmo.
8. Kirab
Prosesi ini merupakan proses membawa sesaji ke tengah-tengah lapangan.
9. Srah-srahan
Di prosesi ini Bapak Kepala Desa beserta perangkat desa Mantren dan juga para warga masyarakat menyerahkan sesaji dari hasil bumi masyarakat desa Mantren.
10. Ujuban
Prosesi ini adalah merupakan sebuah prosesi mengucapkan jenis-jenis sesaji oleh Sang Juru Kunci. Prosesi Ujuban sebagai berikut : “Sak derengipun nyuwun pangapunten kulo aminangkani angaturaken punopo ingkang dados hajat utawi kaniatanipun poro wargo desa Mantren lumantar panjenenganipun Bopo Lurah ing Mantren mriki. Nyuwun sewu dumateng poro pinisepuh lan sesepuh dalah poro rawuh sami ingkang satuhu kulo bekteni, awit punopo penjenenganipun Bopo Lurah ngawontenaken sekul tumpeng ageng sekul ambeng ageng balak tulak, soho ayam panggang saking panyuwunipun anyenyuwun dumateng Gusti ingkang Moho Agung, Gusti ingkang Moho Mirah, inggih puniko Allah SWT. Bilih ing wekdal dinten puniko deso Mantren ngawontenaken adat Tetaken kanthi alalentaran adat Tetaken kanthi alalentaran sesajen kolo wau mugi-mugi Gusti Allah SWT ngijabahi nopo kang dados kaniatanipun poro wargo, mugi-mugi dumateng poro pinisepuh dalah poro rawuh sami kulo suwun idi pangestunipun nggih ……. awit punopo angedalaken memule ingkang dipun syukur pikule Kyai Tunggul Wulung ingkang sampun mbangun teki mugi-mugi dadoso tepo tulodho dumateng kawulo mudo taruno sageto nglestarekno budoyo sageto lestari widodo saget kondang kaloko sak indenge bawono mugi-mugi Gusti Allah paring Kabul dumateng poro pinisepuh dalah poro rawuh sami kakung sumawono putri kulo angaturi andongakaken paring pinuju nggih …….. Awit punopo ngawontenaken sesaji tumpeng songo memule memetri ugo sakego rampenipun wontenipun semoyo wontenipun woh-wohan, wontenipun semoyo, wontenipun polo gumandul mboten sanes anjangkepi sesajen wonten pengetan Tetaken ing Gunung Limo mugi-mugio dadoso sarono deso Mantren sageto nglestarekno budoyo Agung puniko ngantos kondang kaloko sakindenge bawono mugo-mugo poro pinisepuh dalah poro rawuh dipun suwun pandongakipun dumateng ingkang pinuju nggih ….. Bab punopo angedalaken jenang abang, jenang tulak, jenang sengkolo, sakugo rampenipun mboten sanes nyengkalani poro wargo anggenipun ngolah Tetaken, anggenipun deres sageto lestari, widodo pinuju wiwit dinten puniko ngantos sak lami-laminipun, mugio Gusti Allah paring terkabul. Awit punopo angedalaken sesajen rupi-rupi sesajen amengeti Tetaken ing tahun 2009 ingkang manggen wonten dinten Seloso Legi, 13 Januari mugio paring barokah, wilujeng sak laminipun kulo suwun pando’aaken paring pinuju nggih …. makaten anggen kulo ngaturaken do’a nyumanggakaken dumateng sesepuh.”
Kalau di artikan dalam bahasa indonesia sebagai berikut “Sebelumnya mohon maaf saya selaku wakil dari Bapak Kepala Desa yang punya hajat beserta warga Desa Mantren sini. Mohon maaf kepada para sesepuh dan penonton semua yang saya hormati, kenapa bapak kepala Desa mengeluarkan nasi tumpeng dan ayam panggang untuk memohon kepada Tuhan yang maha Besar, maha Pemurah, yaitu Allah SWT. Di hari ini di Desa Mantren mengadakan upacara adat Tetaken dengan sesajen itu tadi. Semoga Allah SWT mengabulkan apa yang sudah menjadi niat para warga dan memohon doa restunya……………. Dengan mengeluarkan sajen yang untuk ucapan terimakasih Kyai Tunggul Wulung yang sudah membangun pertapaan dan semoga mampu menjadi contoh bagi generasi muda untuk melestarikan budaya semoga tetap lestari dan terkenal di seluruh dunia. Semoga Allah SWT mengabulkan, kepada sesepuh dan penonton baik laki-laki maupun perempuan saya meminta untuk berdo`a kepada yang maha kuasa……………… Dengan mengeluarkan sesaji tumpeng Sembilan dan lain-lainnya berupa buah-buahan dan lain-lainnya untuk melengkapi sesaji ini. Semoga menjadi sarana Desa Mantren untuk melestarikan budaya yang besar ini dan semoga para sesepuh dan para tamu ikut mendo`akan kepada yang maha kuasa………….. Dengan mengeluarkan kue merah, kue tolak bala dan lain-lainnya tidak lain untuk menolak gangguan para warga untuk melestarikan Tetaken dan saat mengambil air nira kelapa dapat terus berlangsung mulai hari ini untuk memperingati Tetaken di tahun 2009 yang jatuh pada tanggal 13 Januari semoga berkah selama- lamanya saya mohon doa kepada Allah SWT. Demikian dari saya dan untuk doa saya serahkan kepada sesepuh.
11. Doa
Doa ini di bacakan oleh sesepuh Desa setempat setelah juru kunci selesai membacakan niat untuk sesajen yang di persembahkan sebagai simbolis acara ritual ini.
12. Pada Legen
Setelah prosesi doa maka masuklah pada prosesi pada legen yang bermakna bahwa legen merupakan hasil bumi yang berupa nira kelapa sebagai minuman khas di Desa Mantren sekaligus sebagai penghormatan kepada para tamu sebelum menyantap hidangan sesaji.
13. Beksan Gunung Limo
Di acara ini merupakan sebuah pertunjukan tari khas Gunung Limo.
14. Beksan Kethek ogleng
Ini merupakan bagian pertunjukan tari kethek ogleng atau tari kera putih. Dan setelah ke empat belas acara tersebut selesai maka prosesi upacara adat Tetaken telah usai.
ISTILAH-ISTILAH PADA TRADISI TETAKEN :
1. Dalang
Dalang disini berfungsi sebagai pembawa acara sekaligus sebagai pembaca narasi cerita upacara adat Tetaken.
2. Pengrawit
Istilah ini bermakna orang yang memainkan gamelan pengiring upacara adat Tetaken.
3. Gamelan Slendro
Gamelan ini sebagai alat untuk megiringi upacara adat Tetaken yang dimainkan oleh pengrawit.
4. Sinden
Sinden ini sebagai penyanyi tugasnya menyanyikan tembang atau gendhing-gendhing atau lagu-lagu Jawa.
5. Ledek
Bermakna penari perempuan yang membawakan beksa Gunung Limo.
6. Sesajen
Istilah ini bermakna Perlengkapan upacara adat Tetaken yang berupa jenis-jenis hasil bumi antara lain tumpeng ayam panggang, polo gumandul, polo pendem, jenang atau kue.
7. Juru Kunci
Istilah ini berarti orang yang merawat sekaligus sesepuh pertapaan Gunung Limo.
MAKNA SIMBOL PADA UPACARA ADAT TETAKEN :
Dari penelitian unsur makna simbol upacara adat Tetaken ini terdapat dua kategori simbol, yaitu simbol verbal dan simbol non verbal. Dan inilah bahasan kedua makna simbol tersebut.
A. Makna simbol verbal upacara adat Tetaken
1. Tetaken
Istilah ini merupakan istilah kunci karena memang istilah ini merupakan judul upacara Adat yang ada di Desa Mantren Kecamatan Kebonagung Kabupaten Pacitan. Tetaken berarti membangun Pertapaan atau tempat bersemedi atau teteki sesuai cerita bahwa Ki Tunggul Wulung membangun pertapaan di Gunung Limo.
2. Nguri-nguri
Istilah ini merupakan intisari upacara adat Tetaken karena istilah ini bermakna menjaga dan melestarikan agar tetap ada disini yang dimaksud melestarikan adalah menjaga dan melestarikan pertapaan atau Tetaken Gunung Limo agar tetap menjadi aset yang berharga bagi bangsa dan Negara.
3. Wejang
Istilah ini merupakan istilah yang ada di prosesi sebo yang bermakna arahan dari sang juru kunci kepada calon murid mengenai syarat syarat untuk menjadi seorang cantrik atau murid.
4. Lelaku
Istilah ini merupakan rangkaian dari wejang, lelaku ini bermakna jalan yang harus ditempuh yang sifatnya wajib yang berupa puasa 40 hari 40 malam. Semedi dan sebagainya yang bersifat wajib.
5. Ngangsu Kaweruh
Setelah resmi diangkat menjadi seorang cantrik atau murid maka seorang murid memasuki ngangsu kaweruh yang bermakna belajar ilmu dari sang guru.
6. Tirto Roso Dharmo
Setelah prosesi semedi maka sang murid minum air tirto roso dharmo yang bermakna bahwa seorang murid akan selalu berbakti kepada lingkungan atau masyarakat dan setelah minum tirto roso dharmo segala kemungkaran akan dikurung.
7. Netepi Dharmo
Istilah ini merupakan atau memiliki makna yang sangat dalam bagi sang murid karena netepi dharmo bermakna bahwa ia akan selalu mengamalkan apa yang telah diperolehnya untuk masyarakat nusa dan bangsa.
8. Syukuran
Syukuran merupakan simbol verbal yang muncul setelah proses doa dimana semua peserta makan sesaji bersama- sama syukuran bermakna bahwa semua sedekah yang telah dikeluarkan oleh warga desa Mantren dengan harapan upacara adat Tetaken tetap lestari untuk selama-lamanya sekaligus masyarakat tetap diberkahi rejeki dari Allah SWT.
B. Makna Simbol Non Verbal upacara adat Tetaken
1. Gunungan Limo
Gunungan ini berbentuk sama dengan wayang kulit, yang bermakna bahwa Gunung Limo masih menjadi lambang daerah Kabupaten Pacitan sampai sekarang.
2. Tumpeng
Merupakan perwujudan hasil bumi Desa Mantren yang berwujud beras yang dibentuk kerucut untuk memenuhi kelengkapan sesaji.
3. Ayam Panggang
Ayam panggang disini bermakna bahwa manusia itu diibaratakan berasal dari putih dan merah seperti ayam sebelum dipanggang dan seusai dipanggang.
4. Jenang Tulak
Kue ini bermakna untuk menjauhkan warga Desa Mantren dari segala gangguan yang tidak diinginkan.
5. Legen
Salah satu perlengkapan sesaji yang berasal dari air nira kelapa yang ditaruh dalam bumbung atau dalam ruas bambu. Wujud penghasilan warga Desa Mantren.
6. Gentong
Perlengkapan ini untuk menaruh hasil bumi legen yang diberi doa dan bermakna bahwa semoga hasil bumi yang berupa legen tersebut tetap lestari dan merupakan penghasilan yang tetap selain bercocok tanam.
7. Umbul-umbul
Istilah ini bermakna bahwa ini merupakan kebudayaan yang besar yang harus tetap dilestarikan.
8. Geber Pethak
Geber pethak ini merupakan sebuah kain putih yang di bawa dibelakang cantrik sebelum diwisuda yang bermakna bahwa kain ini melambangkan bahwa seorang cantrik masih putih bersih setelah usai menjalankan semedi.
Sumber :
https://ugengknowledge.wordpress.com
http://aiemlastfriends.blogspot.in
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih atas kunjunganya!
Tolong berikan komentar, dan bagikan artikel ini melalui media sosial..